
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim pelajar bermasalah ke barak militer sebagai bentuk pembinaan, memicu kritik dari sejumlah pemerhati anak. Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Keumala Dewi, menilai pendekatan semacam ini belum menyasar penyebab utama kenakalan remaja.
Dalam keterangannya, Keumala menyebut bahwa perilaku menyimpang anak sering kali berasal dari kondisi keluarga yang bermasalah, bukan semata kesalahan individu.
"Anak-anak yang dianggap nakal atau menyimpang justru kerap menjadi korban dari kekerasan, pengabaian, atau kondisi keluarga yang disfungsional," ujarnya, dikutip Kamis (8/5/2025).
Ia menekankan bahwa rehabilitasi anak seharusnya dimulai dari lingkungan terdekat mereka.
"Jika seorang anak berperilaku menyimpang, yang perlu diperbaiki adalah sistem pendukungnya, bukan malah memasukkannya ke dalam lingkungan pembinaan tertutup dan keras,” tambah Keumala.
Sementara itu, Dedi Mulyadi sebelumnya mengumumkan bahwa sejak 2 Mei 2025, pemerintah provinsi meluncurkan program pembinaan bagi pelajar yang terlibat pelanggaran seperti tawuran, merokok, dan penyalahgunaan narkoba.
Dengan persetujuan orang tua, para siswa ini akan menjalani pelatihan disiplin di markas militer selama dua minggu hingga enam bulan.
Saat meninjau langsung pelaksanaan program di Markas TNI Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad, Purwakarta, Dedi mengklaim metode ini efektif menanamkan disiplin kepada peserta. Ia juga menyampaikan rencana memperluas program ini ke tingkat sekolah lanjutan atas (SLTA), guna menjangkau lebih banyak pelajar yang terlibat pelanggaran kedisiplinan.
(Wahyuni/Fajar)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: