Menko Yusril: Penundaan Pilkada Dapat Dilakukan Secara Konstitusional

2 days ago 11
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra menyampaikan, penundaan Pilkada dapat dilakukan secara konstitusional, karena UUD 1945 tidak memasukkan Pilkada dalam rezim Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.

Menurutnya, apa yang dimaksud dengan Pemilihan Umum, jenisnya dan jangka waktu pelaksanaanya diatur dengan jelas dalam Pasal 22E. Dengan demikian, Pilkada tidak sama dengan Pemilu DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden yang wajib dilaksanakan lima tahun sekali.

Pasal 18 UUD 1945 hanya mengatur bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota serta wakilnya "dipilih secara demokratis" tanpa menentukan secara rigid mengenai jangka waktu masa jabatan Kepala Daerah.

"Penentuan masa jabatan tersebut diatur undang-undang. Oleh sebab itu, penundaan Pilkada dapat dilakukan jika dilakukan dengan undang-undang pula," jelasnya melalui keterangan tertulis, Kamis (3/7/2025).

Berbeda dengan Pemilu DPR dan DPRD yang diatur Pasal 22E UUD 1945, yang mengharuskan pelaksanaannya lima tahun sekali.

"Jika Pemilu diperpanjang menjadi tujuh hingga tujuh setengah tahun berdasarkan Putusan MK yang nanti tentu akan dituangkan dalam perubahan UU Pemilu, maka perpanjangan itu jelas menabrak ketentuan Pasal 22E UUD 1945," urainya.

Pernyataan Menko Yusril saat menjawab pertanyaan awak media usai acara di kantor Komnas HAM, Jakarta konsisten dengan penafsiran sistematik atas Pasal 18 dan Pasal 22E UUD 1945 secara konstitusional serta untuk menjelaskan ada masalah konstitusi yang akan timbul terkait putusan Mahkamah Konstitusi terkait penundaan pemilu DPRD.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Situasi Pemerintah | | | |