MK Perintahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, DPR Sebut Inkonsistensi dan Berpotensi Menabrak Konstitusi

5 hours ago 3
Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin dalam diskusi bertajuk Proyeksi Desain Pemilu Pasca Putusan MK di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7). (Ridwan/ JawaPos.com)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemilu nasional dan daerah dipisah menimbulkan pro kontra. Ada kekhawatiran akan terjadi ketidakpastian hukum dan berpotensi menabrak konstitusi.

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Muhammad Khozin menyoroti ketidakjelasan dan potensi inkonsistensi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2023. Putusan MK ini memerintahkan agar pemilu nasional dan daerah dipisahkan.

Dari putusan MK itu, Komisi II DPR RI menilai tidak memberikan kepastian hukum dan berpotensi menabrak konstitusi jika dipaksakan untuk segera diterapkan.

"Amar putusan, di pertimbangan putusan, dan itu menjadi satu-satuan dalam amar putusan nomor 55 bahwa ada enam opsi tawaran yang diberikan oleh MK untuk kemudian dilakukan tindak lanjut oleh lembaga pembentuk undang-undang," kata Khozin dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7).

Salah satu dari enam opsi tersebut, awalnya memberikan ruang bagi Pemerintah dan DPR untuk merumuskan mekanisme pemisahan pemilu sesuai kewenangan legislatif.

Namun, DPR kemudian membandingkan dengan Putusan Nomor 135 yang keluar beberapa hari kemudian. Keenam opsi tersebut menjadi terkunci hanya dalam satu alternatif.

"Itu inkonsistensi yang pertama. Kita nggak bicara background-nya dulu, tapi apa yang sudah tersurat secara kasat mata," tegasnya.

Khozin juga menyoroti pertimbangan MK dalam putusan Nomor 55 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk menentukan desain model keserentakan pemilu.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Situasi Pemerintah | | | |