
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Konflik Thailan dan Kamboja semakin memanas padahal sehari sebelumnya telah disepakati soal gencatan senjata.
Namun, laporan terbaru menyebutkan kesepakatan ini terancam batal lantaran pihak Thailand menuding Kamboja melanggar kesepakatan.
Sebelumnya, gencatan senjata disepakati dan dibuat di Putrajaya dan ditengahi oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim pada Senin 28 Juli 2025.
Kedua perwakilan negara telah bersepakat. Thailand diwakili Plt Perdana Menteri, Phuntham Wechayachai dan Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet.
Kemudian muncul pertanyaan, mengapa Malaysia yang menjadi mediator untuk kedua negara? Apakah Indonesia tidak bisa ikut andil.
Terkait hal ini, Dosen HI Universitas Hasanuddin, Muhammad Nasir Badu, Ph.D, sekaligus Direktur CIReS (Center for International Relation and Regional Studies) memberikan pandangan.
Badu mengatakan bukan hal mudah untuk menjadi pihak ketiga untuk kedua negara yang tengan berkonflik. Banyak kketentuan dan syarat yang harus dipenuhi.
"Menjadi pihak ketiga itu banyak hal yang harus dipenuhi," katanya kepada fajar.co.id Selasa (29/7/2025).
Penting untuk mengetahui posisi Malaysia saat ini selaku ketua ASEAN. Untuk itu dengan ketentuan ini, mendorong pihak Malaysia untuk menjadi mediator untuk Kamboja dan Thailand.
"Yang paling penting dicatat mengapa Malaysia menjadi mediator karena tahun 2025 ini Malaysia menjadi ketua ASEAN saat ini. Keketuaan ini mendorong PM Malaysia menginisiasi hal ini," jelas Kepala LPPM Universitas Sulawesi Barat ini.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: