
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Rabies adalah salah satu penyakit paling mematikan dalam sejarah umat manusia.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Lyssavirus. Rabies menyerang sistem saraf pusat dan sering berakhir dengan kematian setelah gejala muncul.
Korban biasanya mengalami demam, kejang, hingga gejala khas seperti hidrofobia (takut air) sebelum akhirnya meninggal dunia.
Penyakit ini telah dikenal sejak ribuan tahun lalu, bahkan tercatat dalam hukum kuno Babilonia dan tulisan Aristoteles di Yunani.
Di masa lalu, rabies sering dianggap sebagai kutukan atau kerasukan. Berbagai metode penyembuhan dicoba, mulai dari membakar luka hingga penggunaan air suci, namun hasilnya tetap nihil.
Dunia baru menemukan harapan pada akhir abad ke-19, ketika seorang ilmuwan Prancis bernama Louis Pasteur yang bukan seorang dokter melainkan ahli kimia dan mikrobiologi menjadi pelopor dalam pengembangan vaksin rabies.
Pasteur mulai tertarik meneliti rabies karena kegelisahannya terhadap wabah yang makin meluas di Eropa. Ia dan asistennya, Emile Roux, memulai eksperimen dengan mengambil jaringan otak dan sumsum tulang belakang dari hewan yang terinfeksi.
Melalui proses pengeringan dalam kondisi steril, mereka berhasil melemahkan virus rabies tanpa mematikannya. Virus yang sudah dilemahkan inilah yang kemudian digunakan sebagai bahan vaksin.
Setelah berhasil mengimunisasi puluhan anjing, Pasteur menghadapi tantangan besar saat seorang anak berusia 9 tahun bernama Joseph Meister datang dalam kondisi kritis usai digigit anjing rabies.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: