
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — TNI Angkatan Laut (TNI AL) saat ini disorot tajam karena disebut memiliki tunggakan pembayaran bahan bakar ke PT Pertamina sebesar Rp3,2 triliun.
Merespon hal ini, militer sekaligus Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut ini adalah isu serius.
Adanya penunggakan pembayaran bahan bakar ke PT Pertamina sebesar Rp 3,2 triliun disebut Khairul Fahmi perlu mendapatkan penanganan secara komperhensif.
Ia mengatakan langkah pemutihan bisa menjadi langkah darurat untuk menjaga kelangsungan operasional.
Hanya saja, menurutnya solusi ini hanya untuk jangka pendek dan tunggakan serupa bisa terulang di kemudian hari.
"Karena itu pemutihan tidak boleh dipandang sebagai solusi jangka panjang. Yang lebih penting adalah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penganggaran,” kata Khairul dikutip Selasa (29/4/2025).
“Perencanaan kebutuhan operasional, dan tata kelola penggunaan BBM," sebutnya.
Ia mempertanyakan apakah anggaran yang selama ini dialokasikan memang tidak mencukupi kebutuhan riil ataukah ada masalah dalam efisiensi dan akuntabilitas penggunaan.
Jawaban dari pertanyaan ini menurutnya perlu diadakan audit objektif dan penguatan mekanisme pengawasan internal maupun eksternal.
Dimana, setiap satuan kerja harus bertanggung jawab atas penggunaan BBM secara transparan dan terukur.
"Namun penting untuk dicatat, persoalan semacam ini mungkin tidak hanya terjadi di TNI AL,” sebutnya.
“Potensi ketidaksesuaian antara kebutuhan operasional dan realisasi anggaran bisa terjadi di matra lain atau bahkan di sektor pertahanan nasional secara lebih luas," terangnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: